DMZ adalah sebuah ‘gudang cerita.’ Orang-orang menghuni daerah perbatasan. Warga bertahun-tahun tinggal di sana dengan budaya dan memori sendiri yang khas. Park Han-sol menulis kehidupan mereka melalui <about dmz>. Dia merekam secara teliti keadaan yang nyata perpecahan yang belum kita tahu.
Hidup tidak seperti yang kita inginkan karena selalu ada hal-hal yang tidak terduga. Park Han-sol adalah seorang arsitek dan ahil teknik. Walaupun dia belajar arsitektur dan lanskap, pekerjaannya pada saat ini tidak terkait dengan bidang studi. Dia mendirikan ‘All About’, sebuah perusahaan konten yang memperhatikan daerah-daerah Korea Selatan dan menerbitkan <about dmz>, sebuah majalah independen sebagai proyek pertama. Pada saat ini, dia sangat bahagia karena melakukan sesuatu yang tidak pernah pikirkan sebelumnya. Alasannya, ini adalah tugas untuk merekam kenangan yang tidak dimiliki siapa pun dan tempat yang tidak ada di negara lain.
Park Han-sol, presiden All About, sebuah perusahaan konten, melestarikan budaya dan kenangan unik penduduk di dalam DMZ melalui majalah indie “about dmz”.
Tempat yang berpenghuni
“Jika Anda menelusuri ‘DMZ’ di Google, Anda akan menemukan gambar pemandangan alam serta gambar militer yang berfokus pada desa gencatan senjata Panmunjom. Namun orang-orang tinggal di sana menumpuk kenangan mereka sendiri yang unik. All About adalah perusahaan untuk menyampaikan cerita itu. Kami melakukan proyek konten untuk daerah-daerah lain dan terus-menerus menerbitkan <about dmz>, titik awal kami.”
DMZ (Zona Demiliterisasi) semenanjung Korea adalah buah perang Korea yang terjadi pada 25 Jun 1950. DMZ adalah daerah demiliterisasi dan non-tempur yang didirikan pada 27 Juli 1953 setelah Tentara Perserikatan Bangsa-bangsa, Tentara Rakyat Korea, dan Tentara Sukarelawan Rakyat Tiongkok menyepakati gencatan senjata. Secara geografis, wilayah masing-masing 2 km ke utara dan selatan dari garis demarkasi militer yang berpanjang 248 km dan melintasi pinggang semenajung Korea. Ada 15 daerah perbatasan dan cerita tentang 3 daerah di antaranya dijadikan sebuah buku. <about dmz: Active Cheorwon> adalah buku pertama dan menjungkirbalikkan prasangka kita tentang Cheorwon. Daerah yang dianggap dingin dan sepi sebenarnya mempunyai berbagai cerita dan banyak aktivitas yang dilakukan. Buku ini mendeskripsikan secara jelas hal-hal tersebut dengan judul ‘Active’. <about dmz: Relieve Paju> merupakan buku keduanya dengan berisi penampilan Paju yang beridentitas sebagai daerah perbatasan dan sebagai tempat istirahat. Buku ini menceritakan rawa indah yang disinggahi burung-burung migran, tempat wisata yang santai untuk orang-orang perkotaan, luka desa Jangpari yang ditempati markas Amerika Serikat, dan sebagainya. Sub judul, Relieve berarti ‘nyaman’ dan ‘mengurangi rasa sakit’. Buku ketiga <about dmz: Revive Goseong> baru diterbitkan. Proses akhir dari penyuntingan buku ini diselesaikan pada Agustus lalu. Buku ini berisi cerita-cerita yang berbeda dengan daerah perbatasan di Provinsi Gyonggi. Walaupun beberapa kali mengunjungi DMZ untuk peliputan dan penelitian, bagi Park, DMZ masih tempat yang tidak dikenal karenanya semakin menarik dan menimbulkan rasa ingin tahu.
“Rumah-rumah di desa Minbuk di DMZ, Cheorwon disebut ‘unit’ bukan alamat seperti unit 1, unit 2, unit 3, dan seterusnya. Desa Minbuk adalah desa-desa dibangun di utara garis kontrol sipil untuk mengelola tanah kosong. Walaupun ada alamat seperti biasa, rumah-rumah itu masih menggunakan unit agar mudah disebut karena dirawat oleh pasukan militer sejak dulu hingga sekarang. Masih ada gudang senjata di desa. Warga pernah menghadiri latihan militer atau apel di masa lalu. Keadaan setelah perang Korea bertubi-tubi sehingga menciptakan budaya desa yang unik.
Rel kereta api Geumgangsan yang menghubungkan stasiun Cheorwon dan Naegeumgang masih ada di desa Minbuk, Cheorwon. Rel kereta api Geumgangsan adalah kereta api elektrik yang didirikan pada 1920-an sekaligus kereta api pariwisata pertama di Korea. Rel ini mungkin tidak diputuskan kalau tidak ada perang dan pertikaian. Di pinggir rel ada sebuah gedung rusak yang dibangun pada masa penjajahan Jepang.
“Berbeda dengan yang dikenal di media, alam di sana tidak begitu luas. Sebaliknya, gersang. Pihak Korea Selatan dan Utara memotong atau sengaja membakar pohon dan rumput untuk mengawasi satu sama lain. Saya paling terharu pada sekawan burung bangau. Berkat usaha warga, sekawan burung bangau datang ke desa Minbuk, Cheorwon setiap musim dingin. Para petani tidak menjual ikatan padi setelah panen tetapi meninggalkannya di sawah agar burung bangau bisa makan. Orang dan burung bangau berdampingan.”
All About menamai beras itu dengan ‘Beras Burung Bagau’ dan mendukung penjualan beras. Dengan memasukkan kehidupan warga ke produk khusus lokal, mereka berkembang dengan warga desa.
Memori setiap orang
Dia mulai menjalin hubungan dengan DMZ ketika dia belajar di pascasarjana studi lingkungan Universitas Nasional Seoul pada tahun 2016. Pada saat itu, penasihatnya adalah perencana proyek budaya urban ‘Proyek DMZ Nyata’. Saat pertama kali dia mengunjungi desa Minbuk di Cheorwon dengan penasihatnya, dia terkagum pada pemandangan di sekitarnya. Dia tidak banyak mempunyai kesempatan untuk mengunjungi pedesaan karena lahir dan besar di kota Seoul. Apalagi dia sama sekali tidak mengenal budaya militer karena tidak memiliki saudara laki-laki. Pada saat itu dia menyadari orang biasa yang tidak tahu apa-apa tentang DMZ adalah dirinya sendiri. Tiba-tiba dia merasa sayang. Dia kira jikalau seseorang mengetahui bagian dalam DMZ, orang biasa seperti dia sendiri pasti tertarik.
“Pada hari pertama ‘Pariwisata Keamanan dan Perdamaian DMZ’, saya menyadari bahwa hanya kisah saat perang Korea yang diceritakan. Siapa pun tidak menjelaskan masa setelah perang. Kemudian ketika kami tiba di desa Minbuk, saya menemui kisah sebelum dan setelah perang Korea di setiap sudut kehidupan warga desa. Saya ingin merekam kisah tersebut.”
Pengalaman mengunjungi ‘The Holocaust Memorial’ di Berlin bersama penasihat juga merupakan kesempatan untuk membuat majalah tentang cerita DMZ. Di ruang pameran ada catatan-catatan sehari-hari yang tidak khusus seperti catatan harian atau surat para korban. Di ruang pameran sebelahnya, terpasang sebuah foto keluarga yang sangat besar. Foto itu foto keluarga biasa yang ada di ruang tamu setiap rumah. Namun dia sungguh terpukul. Ketika mendekati foto itu, dia membaca penjelasan tentang kabar beberapa tahun kemudian mengenai orang-orang yang ada di dalam foto tersebut. Pameran itu menunjukkan mereka yang dianggap sebagai sekelompok korban sesungguhnya individu yang menjalani hidup biasa seperti orang lain. Dia tersentuh. Air mata keluar. Pada hari itu dia memutuskan merekam memori setiap orang yang tinggal di DMZ.
“Saya beruntung. Bersama tiga teman pascasarjana studi lingkungan Universitas Nasional Seoul, saya mendaftar di sebuah kompetisi start-up kampus, tidak terduga, tim saya terpilih. Tim lain di antara 10 tim yang terpilih adalah perusahaan terkenal yang sudah memulai bisnisnya. Walaupun meragukan kenapa mereka memilih pemula seperti kami, saya bangga karena nilai DMZ diakui. Keterpilihan itu memudahkan membuka bisnis saya.
Dengan Gunung Geumgang Korea Utara yang terlihat tepat di seberang perbatasan, Myeongpa-ri di Goseong adalah desa paling timur laut di Korea Selatan.
© allabout
Hal-hal yang tidak ditanyakan oleh siapa pun
Sejak didirikan pada tahun 2019, All About tidak hanya menerbitkan <about dmz> tetapi juga menjalankan berbagai bisnis seperti produksi barang dagangan, perencanaan pameran, dan pengoperasian situs berkemah. Di antaranya, situs perkemahan Seoul di desa Pyeonghwa, Cheorwon menawarkan pengalaman bermalam di daerah garis kontrol sipil. Saat ini, situs perkemahan itu dioperasikan dengan perjanjian konsinyasi dengan Pemerintah Metropolitan Seoul, tetapi pada suatu hari, dia berencana mengundang lebih banyak orang dengan membuat ruang supaya mereka dapat mempelajari ‘memori DMZ’. Bukan hanya DMZ. Tujuan All About adalah memperkenalkan daerah-daerah Korea Selatan yang belum diperhatikan kepada publik dengan konten yang sesuai. Dia mencoba memperkenalkan berbagai budaya dan memori penduduknya dengan ‘mata orang dari luar desa,’ bukan ‘mata penduduk setempat’.
“Meskipun kami ekspansi ke daerah lain, DMZ masih menjadi alasan kami berada. Ketika mengunjungi daerah perbatasan untuk peliputan, semua warga desa menyambut kami dengan hangat. Bukan hanya di Cheorwon tetapi juga di Paju dan Goseong. Kelihatannya, mereka sangat terhibur karena ada seseorang ingin tahu cerita mereka yang selama ini tidak ditanyakan oleh siapa pun.
Belum lama ini, dia sibuk sekali menerbitkan <about dmz: Revive Goseong>. Ada banyak cerita tentang Goseong. Goseong memiliki garis pantai yang terpanjang di Korea Selatan tetapi lebih dari 70% dari wilayahnya pegunungan, jadi kehidupan warganya sangat unik. Dua belas ribu puncak gunung Geumgang terhubung ke Goseong, para pengunjung merasa kecewa dengan perpecahan. Myongpari yang dilepaskan dari desa Minbuk terletak di paling utara Korea Selatan dan mempunyai pantai Myongpa, pantai terakhir Goseong. Baik gunung maupun laut kedua Korea terhubung, tetapi tanah terbagi menjadi dua.
“Alasan memberikan judul pada episode Goseong sebagi ‘Revive’ karena terjadi berturut-turut kebakaran hutan besar. Di dalam judul tersebut ada harapan saya bahwa Goseong pulih kembali setelah mengatasi penderitaan.” Dia yang mengabadikan memori melalui catatan yang mendukung secara sungguh-sungguh agar suatu daerah dihidupkan kembali.
Penduduk desa setempat membantu menjalankan tempat kamp setelah mengubah sekolah yang ditinggalkan di Desa Minbuk di Yugok-ri, Cheorwon.
© allabout
Sebuah artikel berjudul “Mencari Jejak Gunung Geumgang” berisi kenangan indah dari puncak terakhir pegunungan yang berdiri di Goseong. Itu muncul di “about dmz, Vol. 3: Revive Goseong.”
© allabout
Park Mi-kyeong Penulis Lepas
Han Jung-hyunFotografer