Kalau kita berbicara tentang tempat tinggal di Seoul, salah satu dari kota-kota penting dunia, harga rumah untuk tinggal harganya terkenal mahal. ‘Berbagi rumah’ menjadi satu cara baru untuk mengembalikan komunitas sekaligus juga memungkinkan kehidupan rumah tinggal yang stabil.
Budaya tempat tinggal telah berubah secara drastis selama 40-50 tahun terakhir. Bukan hanya sekadar perubahan dengan bertambahnya jumlah apartemen ataupun perubahan gaya hidup, tetapi budaya komunitas yang sudah lama dipertahankan kini sulit ditemukan. Belakangan ini, secara fisik kehidupan bertetangga di apartemen yang terpisah hanya oleh selembar tembok batu memang terasa dekat, tetapi secara psikologis justru terasa jauh sehingga sulit untuk berkomunikasi.
Populasi Seoul setelah Perang Korea bertambah pesat. Penduduk kota Seoul yang hanya berjumlah sekitar 1,5 juta jiwa meledak menjadi 10 juta jiwa pada tahun 1960 berkat adanya pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Jenis perumahan satu-satunya yang dapat menampung ledakan penduduk ini adalah pembangunan kompleks apartemen. Namun di kota dengan pertumbuhan yang pesat, arti kehidupan di apartemen hanyalah untuk memenuhi gairah material daripada arti sebagai tempat tinggal. Budaya hidup di apartemen yang dikelompokkan menurut kompleks apartemen menyajikan kemudahan sekaligus kekayaan materi yang menciptakan keegoisan golongan masyarakat tertentu dan putusnya komunikasi sebagai dampak ikutannya. Putusnya hubungan antarindividu dan keluarga akhirnya menyebabkan runtuhnya kehidupan bermasyarakat.
Sebagai akibatnya walaupun memiliki kekayaan secara materi, sebagian besar orang tidak dapat berkata bahwa kehidupan mereka lebih bahagia ketimbang kehidupan sulit akibat kemiskinan di zaman dulu. Ini karena dengan hilangnya kehidupan komunitas, kemakmuran ekonomi justru membuat silaturahmi dan kebahagiaan individu menjadi semakin terkekang. Kesadaran akan fenomena ini menciptakan alternatif kehidupan perumahan baru di awal tahun 2010, seperti rumah bersama, berbagi rumah, dan koperasi perumahan sebagai jenis perumahan baru.
Penghuni rumah bersama yang dioperasikan oleh perusahaan sosial Woozoo mengobrol di ruang tamu. Untuk meningkatkan lingkungan yang harmonis, perusahaan memperhatikan minat dan selera bersama ketika menyeleksi aplikasi penyewa. © Woozoo

Lantai pertama Rumah Tongui-dong Yayasan Junglim di Distrik Jongno, Seoul, ditempati oleh kantor yayasan. Penghuni rumah bersama dapat menggunakannya sebagai perpustakaan dan menghadiri forum yayasan dan acara lainnya secara gratis.© Kim Yong-kwan
Peningkatan Rumah Satu Orang
Perubahan budaya perumahan disebabkan oleh beberapa fenomena. Alasan utamanya adalah meningkatnya perumahan yang dihuni oleh hanya satu atau dua orang. Sampai pada 1980, rumah tangga yang anggotanya hanya satu orang saja tidak terlalu banyak. Namun pada tahun 2018, jumlahnya meningkat hingga sekitar 30% dari seluruh rumah tangga. Jika ditambah dengan rumah tangga yang anggotanya 2 orang, maka jumlah mencapai 40%. Kecenderungan ini diperkirakan akan terus bertambah untuk ke depannya.
Pada saat yang sama jumlah rumah kosong juga terus bertambah. Di tahun 2019, di kota Seoul saja ada 3.000 rumah, dan jumlah total rumah kosong di seluruh negeri berjumlah 1,4 juta buah. Memiliki rumah sudah lama menjadi tantangan seumur hidup bagi orang Korea. Tetapi terpisahnya anggota keluarga dan pertambahan rumah tangga beranggota satu orang, ditambah dengan harga rumah yang terus menjulang jua, mengakibatkan hasrat untuk memiliki rumah semakin pudar. Rumah untuk satu orang adalah untuk ‘digunakan’ daripada ‘dimiliki’. Dengan demikian pertumbuhan perumahan untuk satu orang seperti apartemen studio atau one-room bertambah pesat, dan sekaligus memperparah masalah akibat kehidupan individu yang makin terkucil.
Rumah bersama, di sisi lain, berorientasi pada “rumah untuk hidup sendiri sekaligus hidup bersama”. Jumlahnya di pasaran masih belum begitu besar, namun terus bertambah belakangan ini, dan bersamaan dengan perubahan bentuk keluarga, diperkirakan jumlahnya akan terus meningkat. ‘Tongeui-dong Jib’ di Seoul oleh Yayasan Arsitektur Junglim, ‘Eojjeoda Jib’ oleh SAAI Architects Office, dan produk berbagi rumah ‘Woozoo’ merupakan jenis-jenis perumahan utama yang demikian. ‘Tongeui-dong Jib’ merupakan perpaduan antara perumahan untuk beberapa keluarga dan rumah terpisah, yang memugar apartemen yang berbeda dari rumah bersama didesain sedemikian rupa untuk mengurangi hal-hal yang mengganggu dalam kehidupan bersama oleh beberapa orang yang saling berbeda. Rumah ini adalah hasil kerja sama dari Yayasan Arsitektur Junglim dengan Standar Sosial Seoul yang beranggotakan arsitektur, membuat rumah ini menjadi rumah yang paling efektif dalam penggunaan sumber daya yang ada, yang dipadukan dengan bentuk gedung rumah dan desainnya.
Rumah Tongui-dong adalah bangunan tiga lantai dengan tujuh kamar tidur di lantai dua dan tiga. Untuk memaksimalkan ruang untuk dapur bersama, ruang tamu, dan kamar mandi, ukuran masing-masing kamar dikurangi, tetapi setiap kamar memiliki jendela besar dan ruang penyimpanan yang efisien.© Rooming
Penghuni tidakmerasa terisolasi dankesepian,
sekaligusmereka menciptakan‘komunitas yanglonggar’.
Distribusi Sumber Daya
Jika dibandingkan, apartemen studio dan rumah bersama yang biasa ditinggali oleh rumah tangga beranggotakan satu orang, di apartemen studio penghuni dapat menggunakan kamar, dapur dan kamar mandi secara pribadi sepenuhnya. Ia tidak akan terganggu oleh orang lain, tetapi juga tidak memiliki komunikasi dengan siapa pun. Tetapi di rumah bersama, penghuni dapat membina hubungan yang cukup dekat dengan orang lain yang hidup bersama di rumah tersebut.
Sebagai contoh, di ‘Tongeui-dong Jib’, ada tujuh orang tinggal di dalamnya. Dapur dibuat lebih lebar dengan mengurangi ukuran kamar pribadi. Dapur luas berukuran lebih dari 10 pyeong (sekitar 33 meter persegi) dapat digunakan oleh penghuni untuk mengundang teman-teman mereka dan bersenang-senang. Yang terpenting, berbagi dapur adalah cara alami untuk berkomunikasi, dan dalam prosesnya, mereka berbagi makanan dan barang-barang milik mereka. Toilet, kamar mandi, dan ruang binatu juga digunakan bersama. Ada tiga kamar mandi dan dua toilet di rumah ini, yang jumlahnya cukup bagi semua penghuni. Karena sebenarnya kamar mandi dan toilet lebih banyak waktu kosongnya daripada waktu digunakan. Dengan berbagi ruang fungsional ini, ruang tempat tinggal justru meningkat.
Penghuni Rumah Yongdu-dong berbaur pada sebuah pesta yang diadakan di dapur umum dan ruang makan mereka. Enam rumah tangga berbagi tempat tinggal bersama di Seoul sebelah timur. Ini memiliki teater kecil, toko buku dan kafé, perpustakaan dan ruang belajar untuk anak-anak, di antara ruang umum lainnya.© Yayasan Junglim
Ilmuwan masa depan John Thackara dalam bukunya yang terbit pada tahun 2015 berjudul 『Cara Berkembang dalam Ekonomi Masa Depan: Merancang Dunia Masa Depan Hari』mengutip dari ilmuwan-ilmuwan psikologis Universitas Harvard bahwa “manusia lebih cenderung bekerja sama daripada bersaing dalam menggunakan sumber daya yang terbatas”. Dia meramalkan bahwa ekonomi berbagi tidak dapat dihindari dan bahwa nilai penggunaan akan mengalahkan nilai tukar. Penyewa rumah bersama tidak harus memiliki semua sumber daya yang mereka butuhkan untuk hidup sendiri dan memiliki keuntungan mengurangi pemborosan dengan mengalokasikan dan berbagi sumber daya secara efisien.
Kantor Yayasan Arsitektur Junglim terletak di lantai 1 Gedung Tongui. Ada forum dan pertemuan yang diselenggarakan oleh Yayasan. Kantor ini menawarkan banyak manfaat kepada penyewa. Selain itu, ketika penyewa sedang keluar, mereka menerima surat dan paket pos, dan karena lampu selalu menyala, mereka juga memberikan kehangatan bagi mereka yang pulang kerja setelah malam gelap.
Bahkan walaupun bukan kantor, tetapi jika ada kafe atau toko di lantai dasar yang memiliki ruang komersial, akan memberikan rasa nyaman bagi penghuni. Karena rumah tinggal umumnya digunakan di malam hari dan cenderung berkesan sunyi. Namun, ruang gabungan antara ruang tempat tinggal dan komersial menyediakan kesempatan bagi penghuni untuk lebih sering bertemu.
Sohaengju # 1, proyek perumahan bersama pertama di Desa Gunung Seongmi, Seongsan-dong, Seoul barat, berpenampilan unik. Para penghuni berpartisipasi dalam proses mendesain, menghadirkan kekhasan di setiap ruang tamu. Dibangun pada tahun 2011.Atas seizin “Monthly Design”
Komunitas yang Longgar
Apakah berbagi rumah merupakan komunitas? Jika yang ditanyakan adalah arti dalam konteks sepenuhnya, maka jawabannya adalah ‘tidak’. Yang ingin dipulihkan oleh perumahan bersama bukanlah ‘komunitas’, tetapi ‘kekomunitasan’. Komunitas di masa lalu terlalu mengganggu satu sama lain dari sudut pandang hari ini. Bahkan ada kecenderungan dari hanya sekadar turut campur dalam kehidupan sesama menjadi mau mengatur kehidupan orang lain. Arah yang dituju oleh perumahan bersama adalah untuk mempertahankan keuntungan dari masyarakat komunitas masa lalu dan sedapat mungkin untuk menyingkirkan aspek negatifnya. Penghuni tidak merasa terisolasi dan kesepian, sekaligus mereka menciptakan ‘komunitas yang longgar’ di mana mereka dapat salling membantu dan memberi nasihat dari jarak yang tepat ketika mengalami kesulitan. Dewasa ini, orang-orang di kota besar yang tinggal di apartemen tidak akan membawa tetangga mereka yang sakit ke rumah sakit. Namun, dalam komunitas yang leluasa, orang akan dengan sukarela melakukannya.
Di perumahan bersama, privasi juga merupakan hal yang penting. Tentunya tidak menyenangkan jika keluar dari kamar dan melihat penghuni lainnya mengadakan pesta tepat di depan kamar. Untuk menghindari hal yang demikian, Tongeui-dong Jib membagi ruang pribadi dan ruang bersama di lantai yang berbeda. Dan juga ada aturan seperti menaruh sepatu di rak sepatu masing-masing dan tidak meletakkannya di pintu masuk umum atau tidak menggunakan mesin cuci setelah jam tertentu. Kehidupan bersama dalam perjalanannya menciptakan aturan-aturan baru oleh para penghuninya.
Lucunya, semakin seseorang mendambakan keakraban komunitas di masa lalu sekaligus bisa membina hubungan dengan saling menyatakan pendapatnya secara antusias justru mereka lebih cepat memilih meninggalkan rumah bersama. Ini memperlihatkan kecenderungan masyarakat modern yang segan akan hubungan yang terlalu dekat. Produk rumah bersama Woojoo mengkhususkan diri dengan mengutamakan minat bersama dari penghuni modern. Rumah bersama bagi calon pengusaha, rumah bersama bagi wanita penggemar bisbol adalah contohnya.
Pusat Kegiatan Bersama
Selain perumahan bersama untuk tempat tinggal satu orang, perumahan koperasi tempat dua orang atau lebih hidup bersama semakin meningkat. ‘Sohaengju’ di Desa Seongmisan Seoul, tempat sembilan keluarga tinggal bersama, adalah salah satu contoh kisah sukses besar. Rumah ini bukan rumah yang dibangun secara sepihak oleh pemasok, tetapi lebih terpusat pada konsumen di mana penghuni dapat berpartisipasi dalam desain perumahan. Tentu saja, penyewa tidak dapat mengontrol desain secara keseluruhan, tetapi rumah di setiap bangunan sama beragamnya dengan rumah keluarga tunggal karena penyewa dapat mengatur sesuai kebutuhannya sendiri seperti loteng atau beranda. Ada ruang komunitas di sini, bertindak sebagai ruang balai desa. Di ruang bersama, yang biaya per 1 pyeongnya ditanggung masing-masing rumah tangga, mereka mengasuh anak dan bersantap bersama. Selain itu, setiap rumah tangga mendirikan tempat untuk menyimpan barang yang jarang digunakan untuk bisa saling digunakan bersama antar penghuni. Bangunan itu juga menampung tiga perusahaan desa.
Selesai pada 2018, Rumah Yongdu-dong, Seoul, menampung enam keluarga, termasuk pasangan lansia berusia 70-an, pasangan berusia 30-an dan 40-an, keluarga dengan empat anak, dan keluarga dengan tiga anak. Mereka berbagi dapur, ruang binatu, dan perpustakaan kecil. Di rumah bersama yang ditinggali beberapa keluarga seperti ini, yang paling penting adalah dapat mengasuh anak bersama. Anak-anak tidak hanya bermain dengan nyaman di rumah lain, tetapi juga tidur, dan orang dewasa dengan sukarela turut mengasuh anak-anak.
Tujuan lain dari Rumah Yongdu-dong adalah untuk mengeksplorasi kemungkinan pusat tempat orang-orang lokal dapat berkumpul. Ada seorang guru yang mengajar bahasa Korea kepada siswa asing, yang datang ke dapur atau ruang belajar untuk makan dan belajar. Juga, jika ada anak yang orang tuanya belum pulang sampai waktu pusat penitipan anak terdekat selesai beroperasi, guru penitipan anak akan membawa anak itu ke tempat ini, dan anak itu menghabiskan waktu bermain dengan anak-anak lain yang tinggal di situ sampai orang tuanya datang menjemput.
Mungil Itu Indah
Seberapa besar rumahnya? Apakah terletak di distrik sekolah yang bagus? Berapa harga yang bisa diharapkan meningkat di masa depan? Ini adalah pertanyaan yang mungkin ditanyakan sebagian besar orang Korea saat menentukan nilai sebuah rumah. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak orang ingin membangun rumah kecil tapi unik di mana mereka bisa mengejar kehidupan yang lebih sederhana.
Sangat sedikit orang Korea yang tinggal di rumah dengan kenangan masa kecil. Jika orang tua tidak mampu membeli rumah ketika mereka masih muda, mereka harus pindah berulang kali setiap kali kontrak atau sewa berakhir. Dan bila pun akhirnya orang tua dapat membeli rumah, mereka tetap pindah berulang kali untuk membeli rumah yang lebih besar dan lebih bagus. Sering kali alasan pindah rumah adalah agar anak dapat masuk ke universitas di distrik yang baik.
Seroro adalah tempat tinggal berlantai lima yang dibangun di atas lahan seluas 33,7 m² yang berdekatan dengan Tembok Kota Seoul di Changsin-dong, Distrik Jongno, Seoul. Seperti namanya, koreografi rumah vertikal, dengan setiap lantai dikhususkan untuk jenis ruang yang berbeda: dari lantai dasar ke atas, garasi, ruang kerja, dapur, kamar tidur, dan ruang ganti dan kamar mandi.Atas seizin “Monthly Green Friendly House”
Nilai Sebuah Rumah
‘Duplex Home (Rumah Kacang)’ yang diperkenalkan di media sekitar 10 tahun yang lalu, merupakan kabar baik bagi mereka yang ingin memiliki rumah mereka sendiri yang berbeda dari apartemen yang serba datar dan seragam. Rumah Kacang adalah nama yang berasal dari penampilan dua rumah yang berhadapan dan membentuk sebuah bangunan. Dua keluarga penghuni rumah berbagi biaya pembelian tanah dan konstruksi, sehingga mereka dapat membangun rumah keluarga tunggal dengan lebih sedikit uang.
Rumah Kacang menarik banyak perhatian karena diketahui bahwa itu dapat memberikan ruang perumahan yang unik dengan biaya rendah. Keluarga-keluarga yang sudah muak dengan kehidupan di apartemen, pasangan muda yang memiliki prinsip hidup yang sama sekali berbeda dari generasi sebelumnya, dan pasangan manula yang anak-anaknya sudah berkeluarga membeli tanah pekarangan di kota atau tanah murah di pinggiran kota dan membangun rumah kecil yang memiliki halaman.
Dengan dapur besar, loteng yang nyaman, dan perpustakaan atau ruang musik, setiap rumah mencerminkan karakter pribadi penghuninya, seperti pakaian yang dirancang khusus oleh pemiliknya. Kepuasan terbesar lahir karena tinggal di rumah unik yang tidak ada duanya di dunia.
Penghuni rumah kacang tidak lagi menilai sebuah rumah berdasarkan ukurannya, jumlah kamar atau distrik sekolah. Mereka datang untuk menghargai detail yang lebih baik seperti jendela yang membingkai pemandangan indah di luar, pembuka struktural dan interior yang mengubah efek sinar matahari, kegembiraan yang diperoleh darihalaman kecil dan privasi ruang independen.
Membangun Vertikal
Orang yang memilih rumah kecil biasanya tidak kaya. Mereka harus rela menanggung ketidaknyamanan sewaktu membeli tanah dan membangun rumah dengan biaya rendah. Pertama-tama, karena luas tanah untuk membangun rumah terbatas, mereka harus membangun rumah bertingkat. Pasangan suami istri cukup dengan rumah dua lantai, tetapi untuk keluarga yang memiliki anak, diperlukan lebih banyak ruang seperti loteng atau struktur ‘skip-floor’.
Dalam pengertian itu, sebuah rumah kecil dapat dikatakan mengubah kehidupan gerakan horizontal di berbagai lantai menjadi gerakan vertikal di area sempit. Lorong berubah menjadi tangga. Ini bisa menyenangkan untuk anak-anak, tetapi tentunya tidak nyaman bagi manula.Di sisi lain, di rumah-rumah kecil, kamar anak-anak dan kamar orang tua biasanya terletak di lantai yang berbeda. Bahkan jika membuka pintu kamar, ada koridor kecil atau tangga muncul, sehingga menjamin privasi setiap anggota keluarga. Hal seperti ini kurang terjamin dalam struktur datar seperti apartemen, sehingga lazim anak-anak remaja masuk ke kamar dan mengunci diri, tetapi di rumah-rumah kecil tidak ada alasan untuk berbuat demikian. Struktur ‘skip-floor’ yang sering diterapkan pada rumah-rumah kecil, menciptakan ruang yang istimewa dan manis, terkesan memisahkan tetapi karena batas pemisah pendek, justru membuat hubungan keluarga lebih akrab.
Dengan cara ini, sebuah rumah kecil lahir dengan berbagai rupa sesuai dengan bentuk tanah, lingkungan sekitar, selera serta harapan anggota keluarga.
Kehidupan yang Terkontrol
Jika tinggal di rumah besar, barang-barang yang tidak perlu akan terus bertambah sebanding dengan ukuran rumah. Jika Anda memiliki ruang tamu yang luas, Anda tidak hanya akan membeli sofa besar, tetapi juga peralatan olahraga dan kursi pijat. Karena ruangan di rumah juga luas, maka barang-barang yang tidak terpakai juga tidak perlu dibuang. Tetapi rumah mungil akan membuat kehidupan tidaklah demikian.
Di rumah mungil, tidak ada keinginan duniawi untuk memuaskan keinginan diri dengan ukuran apartemen dengan benda-benda yang tidak perlu menumpuk di dalamnya. Saat pindah ke rumah kecil, ada banyak hal dan benda yang harus dibuang. Rumah mungil membebaskan Anda dari obsesi terhadap materi dan membuat Anda menyadari betapa kita bisa membuat kehidupan jauh lebih indah.