Tidak semua orang yang tahu apa yang diinginkan di dalam hidupnya. Laure Mafo salah seorang yang beruntung. Ia hanya perlu mendengar Pansori sekali saja untuk tahu panggilan jiwanya. Tanpa ragu, ia memutuskan pindah ke Seoul, tempatnya mengasah keterampilan menyanyi genre musik vokal Korea tradisional ini dengan harapan bisa tampil di seluruh dunia.
Ketika Laure Mafo bekerja di Samsung Electronics di Paris, ia mengangankan membeli rumah dan menjadikannya sebagai tempat penitipan anak. Sampai suatu saat ia menonton pertunjukan Pansori. “Luar biasa. Saya jatuh cinta pada pandangan pertama,” kenangnya. Ia terpesona dengan lagu naratif Korea tradisional itu, dan tersenyum sepanjang pertunjukan seraya berkata kepada dirinya sendiri, “Bagus sekali. Lagu ini pas buat saya.”
Setelah pertunjukan itu selesai, ia mendekati penyanyinya, Min Hye-sung, dan bertanya bagaimana ia bisa belajar menyanyi Pansori. Min, yang saat itu membawakan petikan dari “Chunghyangga” (Kidung Chunhyang), yang dibuat berdasarkan kisah cinta yang sangat terkenal antara pemuda dari kalangan bangsawan dan gadis biasa, mengatakan Korea adalah tempat yang paling tepat untuk mulai belajar. Serta-merta, Mafo, yang mendalami akuntansi di bangku kuliah dan sangat menggemari K-pop, bertanya, “Kalau saya ke Korea, maukah Anda mengajari saya?”
Pada tahun 2017, setelah dua tahun mempersiapkan segala sesuatunya dan meyakinkan keluarga dan teman-temannya bahwa dirinya tidak gila, Mafo tiba di Seoul. Min sudah memperingatkan bahwa 10 tahun adalah waktu minimal untuk berlatih. Tapi, untuk menenangkan hati ibunya, Mafo mengatakan akan “mencoba satu tahun saja.” Walaupun bukan orang yang suka bertualang, Mafo tidak khawatir. “Saya bisa merasakan panggilan itu,” katanya.
Seperti yang sudah dijanjikan, Mafo mulai belajar kepada Min, penyanyi “Heungbuga” (Kisah Heungbu), salah satu dari lima Pansori dan merupakan Warisan Budaya Tak-benda Korea. Banyak sekali yang harus dipelajarinya. Karena penceritaan merupakan unsur utama dalam Pansori, memahami makna liriknya sangat penting. Untuk itu, langkah pertama yang dilakukannya adalah belajar bahasa Korea dan tulisan bahasa Cina.
Upaya Laure Mafo untuk menjadi pemain Pansori tidak hanya membutuhkan waktu berjam-jam dalam mempelajari teknik-teknik genre musik bercerita, tetapi juga studi bahasa Korea yang intens untuk memahami lagu-lagu dan mempertajam pelafalannya ke tingkat penuturr asli.
Latihan, Lagi dan Lagi
Sebelum COVID-19, pelajaran, latihan, konser yang diadakan sesekali dan penampilan di televisi mengisi hari-hari Mafo, yang biasanya dimulai pukul 11 pagi sampai 9 malam. Ia merasa harus bekerja dua kali lebih berat daripada orang lain; melafalkan lirik dengan baik saja berat baginya, belum lagi memahami maknanya. Untuk pelafalan yang benar, ia berlatih dengan pulpen yang dipasangnya di kedua sisi mulutnya selama seminggu. “Mungkin saya tidak bisa menyanyi seperti orang Korea, tapi saya ingin menjadi penyanyi profesional,” kata Mafo, 36 tahun, yang memiliki suara bergetar yang berat.
Dalam karirnya yang masih seumur jagung, momen yang mengesankan terjadi pada tahun 2018 ketika ia menyanyi di Istana Élysée di Paris dalam pertemuan puncak antara Presiden Korea Moon Jae-in dan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Tapi, perempuan Kamerun berkewarganegaraan Prancis ini menganggap penampilannya yang lain pada tahun 2019 lebih istimewa: ia tampil di Kedutaan Besar Korea di Yaoundé, ibu kota Kamerun, bersama dengan gurunya dan maestro-maestro lain. Acara itu dihadiri juga oleh keluarganya dan pejabat-pejabat lokal.
“Ibu saya mengatakan, dia tidak bisa benar-benar melihat saya tampil,” kata Mafo. “Dia melihat orang lain untuk mengetahui bagaimana reaksi mereka melihat penampilan saya. Ia sangat bangga.”
Kisah setiap lagu dan pesan yang terkandung di dalamnya memikat hati Mafo. Pansori favoritnya adalah “Heungbuga,” yang mengisahkan cerita mengenai seorang laki-laki yang miskin tapi baik hati dan kakak laki-lakinya yang rakus. “Lagu ini tentang keluarga. Setiap keluarga punya masalahnya masing-masing. Keluarga saya juga. Dan, saya percaya kebaikan akan membuahkan kebaikan juga.”
Tujuan utamanya bukan hanya menguasai “Heungbuga,” tapi ia juga berharap bisa menampilkan lagu sepanjang tiga jam itu di seluruh dunia, dan juga mengajarkan Pansori kepada anak-anak. Ia ingin membantu anak-anak mengekspresikan diri mereka sendiri melalui musik ini, sama seperti dirinya. “Di Paris, saya sering kali merasakan depresi. Saya tidak tahu mengapa saya tidak bisa mengekspresikan perasaan saya,” katanya. “Tapi ketika menyanyikan Pansori, saya merasakan pikiran saya jernih sekali. Kelak, saya juga ingin mengajarkan musik yang indah ini kepada anak-anak saya sendiri.”
Hal itu membuat Mafo kembali memikirkan ibunya. Ia berbicara kepada ibunya setiap hari, dan setiap kali ibunya bertanya apakah ia sudah memiliki kekasih. Setiap kali pula ia menjawab, “Belum.”
Sebagai duta kehormatan untuk Yayasan Korea- Afrika, Mafo suka mengenakan hanbok yang mencerminkan akar Kamerun dan budaya Korea yang diadopsinya. Dia memadukan jaket yang menampilkan desain Kamerun yang unik dengan rok merah bergaya tradisional sebagai gaun formal Korea.
Tahun Pandemi
Tahun 2020 merupakan masa yang sangat sulit bagi Mafo. Tidak ada pertunjukan yang boleh diadakan, dan visa yang dimilikinya tidak memungkinkannya bekerja di bidang selain seni. Ia mencoba menjangkau penontonnya secara online melalui channel pribadinya di YouTube, “Laurerang Arirang” (artinya “Arirang bersama Laure”), dan channel belajarnya, “Bonjour Pansori,” yang berisi pelajaran dari gurunya yang ia terjemahkan ke dalam bahasa Prancis. Memang, tidak ada pertunjukan artinya tidak ada pemasukan; tapi Mafo masih merasa beruntung. Pemilik rumah yang ditempatinya sangat membantu, dengan membebaskan uang sewa dan menyediakan kebutuhannya. Ia bahkan memberi Mafo hanbok (baju tradisional Korea) untuk dipakai sebagai kostum panggungnya. Mafo memanggilnya “eonni,” yang artinya “kakak perempuan.”
Menurutnya hubungan dan bahasa yang “sopan” di Korea membuatnya bingung dari waktu ke waktu, tapi ia mengatakan pengalamannya di Korea sebagian besar sangat menyenangkan berkat orang-orang baik. “Teman-teman Korea saya di Paris juga sangat membantu. Mereka membantu saya dengan hal-hal mendasar seperti mencari tempat tinggal dan membuka rekening di bank.” Ia merindukan makanan Prancis seperti keju raclette dan éclairs, tapi ia sudah menemukan makanan penghiburnya di Korea – sup buntut sapi, makanan penawar mabuk yang sangat populer dan sangat disukainya walaupun ia tidak minum minuman keras.
Tidak semuanya suram di tahun 2020; Mafo diterima di Universitas Seni Nasional Korea yang bergengsi. Ia senang sekali, meski sedikit khawatir dengan “menjadi mahasiswa lagi dan harus menerjemahkan segalanya.” Tapi, kekhawatiran terbesarnya adalah bagaimana ia bisa membayar biaya kuliah. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia mengalami kesulitan keuangan.
“Ketika tampil di panggung, saya ingin penonton melihat saya sebagai penyanyi Pansori, bukan sebagai orang asing yang sedang menyanyikan Pansori.”
Pantang Menoleh ke Belakang
Mafo tidak menyesal sama sekali. Hanya sekali saja ia pernah mempertanyakan pilihannya. Itu terjadi pada saat latihan Pansori intensif pertama dari dua latihan yang diadakan setiap tahun, yang dikenal dengan san gongbu (secara harfiah berarti “belajar di gunung”). “Rasanya mau mati. Kami mulai pada pukul 5 pagi dan berlatih sepanjang hari. Berlatih, lalu makan; berlatih, lalu makan lagi,” kenangnya. “Saya sempat berpikir, ‘Apa yang saya lakukan di sini?’ Tapi, setelahnya saya seolah berkata kepada diri sendiri, ‘Wow, kemampuan saya menyanyikan Pansori benar-benar meningkat.’” Ia mengakui latihan di gunung sangat penting untuk belajar teknik yang rumit dan suara yang tepat.
Mafo punya satu tantangan lagi dalam hidupnya: menyanyi Pansori dalam bahasa Prancis. Kadang-kadang ia menyanyikannya dalam bahasa Korea dan Prancis, yang menurutnya lebih sulit. “Ketika menyanyi dalam bahasa Korea, tekniknya berbeda,” jelasnya. “Saya merasa seolah sedang bercerita ketika menyanyi dalam bahasa Korea. Ketika menyanyi dalam bahasa Prancis, saya mera-sa sedang menyanyi. Saya sedang belajar supaya terdengar seperti bercerita juga ketika menyanyi dalam bahasa Prancis.” Dalam bahasa apa pun ia menyanyi, harapannya tampak dalam pernyataannya: “Ketika tampil di panggung, saya ingin penonton melihat saya sebagai penyanyi Pansori, bukan orang asing yang sedang menyanyi Pansori.”
Tahun ini, ia berharap bisa tampil lagi. Ia juga ingin mendalami “Heungbuga” dan mencoba menyanyikan lagu lain yang kurang dikenal yaitu “Sugyeong nangjaga” (Kidung Gadis Sugyeong). Lagu ini berkisah tentang cinta dan hanya dibawakan oleh beberapa penyanyi saja. Salah satu di antaranya adalah Min Hye-sung.
“Suatu hari, jika ada satu orang saja yang merasakan perasaan yang sama seperti yang saya rasakan ketika pertama kali saya mendengar guru saya menyanyi – satu orang saja yang mengatakan, ‘Wow, saya ingin belajar menyanyikannya juga,’ tentu akan luar biasa,” kata Mafo.