메인메뉴 바로가기본문으로 바로가기

Tales of Two Koreas > 상세화면

2020 SPRING

Taman Seni di Berlin Membangkitkan Impian Perdamaian

“Das dritte Land (Alam Ketiga)”, sebuah taman seni sementara di Berlin adalah tempat di mana Jerman dan kedua Korea dapat berbagi kesedihan akibat perpecahan dan pentingnya penyatuan kembali. Tiga seniman Korea Selatan yang membangun taman tetap berharap hubungan antarKorea membaik agar Korea Utara mengirim tanaman dan bunga untuk menyelesaikan proyek mereka.

Di dekat reruntuhan Tembok Berlin terletak sebuah taman seni yang mempromosikan tema unik: ‘Tidak Ada Batas Pada Alam’. Para pengunjung menikmati lanskap dan tumbuh-tumbuhan semenanjung Korea tanpa pembedaan Korea Selatan dan Korea Utara. Suasana memancarkan permohonan doa yang tenang untuk perdamaian dan rekonsiliasi.

Kurator Kim Keum-hwa memberi nama “Alam Ketiga” bagi taman seni itu karena terinspirasi dari istilah Alam Ketiga alias Terza Natura. Jacopo Bonfadio, seorang ahli filsafat zaman Renaisans mendefinisikan taman sebagai Alam Ketiga kemudian mengembangkannya sebagai bidang seni.

“Manusia menciptakan taman karena kerinduan atas alam dan keinginan untuk memberikan aturan bagi alam. Nama Alam Ketiga tersebut mencerminkan ide itu. Memicu imajinasi utopis terhadap semenanjung Korea sehingga para pengunjung bisa melihat melampaui keadaan sekarang yaitu tanah air kami yang terpecah.”

Terinspirasi oleh ‘Inwangjesekdo’ (Bersih-bersih Sehabis Hujan di Gunung Inwang), sebuah lukisan Jung Seon (1676-1759), seorang pelukis pada zaman dinasti Josun, taman seni yang dibuat di dekat reruntuhan Tembok Berlin ini berbentuk Baekdudaegan, pegunungan dari gunung Baekdu sampai gunung Halla. Kabut suram membubung dari Baekdudaegan yang terbuat dari basal dan tanah menciptakan suasana fantastis. Baekdudaegan merupakan tulang punggung semenanjung Korea yang menghubungkan kedua Korea dan merupakan pula gudang harta karun keanekaragaman hayati yang menjadi pilar utama ekosistem alami. Baekdudaegan yang terbentang dari perbatasan semenanjung Korea yaitu gunung Baekdu kemudian melewati gunung Geumgang, gunung Sorak, gunung Jiri hingga pantai Selatan memiliki nilai tinggi baik di bidang ekologis maupun di bidang sosiologi humaniora.

Artis instalasi Han Seok-hyun (kiri) dan Kim Seung-hwoe merancang “Das dritte Land” (Negara Ketiga), sebuah taman seni sementara yang dibuka di Berlin pada Mei 2019. Memperingati ulang tahun ke 30 jatuhnya Tembok Berlin tahun itu dan berharap perdamaian dan penyatuan kembali semenanjung Korea. Taman terletak di Potsdamer Platz, dekat reruntuhan tembok. Ini akan dibuka hingga Oktober 2020.© Proyek Seni Keum

Bunga Angin (Anemone narcissiflora L.), yang tumbuh di iklim pegunungan di utara bagian tengah semenanjung Korea, sedang mekar penuh. Untuk memberi kesan lukisan pemandangan dengan tinta dan kuas, windflower dan tanaman liar lainnya dengan bunga putih, bunga capung terbang (Silene repens Patrin), bunga bintang Eropa (Trientalis europaea L.), bunga padang rumput perak (Thalictrum actaeifolium var brevistylum. Nakai) dan bunga leher angsa (Lysimachia clethroides), ditanam di lapisan tanah di atas batu hitam.© Proyek Seni Keum

Kolaborasi

Taman seni yang dibangun di Kulturforum di Potsdamer Platz ini adalah sebuah hasil kolaborasi bersama tiga seniman yang berusia 40-an. Kim Keum-hwa, kurator dari Proyek Seni Keum, Han Seok-hyun dan Kim Seung-hwoe, seniman instalasi yang bekerja selama 3 tahun. Pembukaan taman seni pada 23 Mei 2019 merupakan salah satu acara untuk memperingati 30 taun runtuhnya Tembok Berlin.

Kurator Kim Keum-hwa mengerjakan perencanaan dan organisasi, Han Seok-hyun mengerjakan visual keseluruhan, dan Kim Seung-hwoe mengerjakan kategori tanaman.

Kurator Kim Keum-hwa mengelola sebuah agen seni modern di Berlin dan membantu proyek-proyek pameran seni untuk perusahaan, galeri, dan seniman Korea Selatan maupun Jerman. Han Seok-hyun berusaha menghubungkan seni modern dan praktik ekologi. Dia bekerja di Seoul dan Berlin. Kim Seung-hoe memperhatikan perubahan ekologis, konstruksi, dan sosial yang terjadi di tembok Berlin sebelum dan setelah penyatuan kembali. Dunia karyanya berdasarkan seni publik yang bisa mengharmonisasikan ilmu seni dan seni taman.

Han pertama kali merancang taman seni ketika dia tinggal di rumah seniman Bethanien Berlin (Kunstlerhaus Bethanien) pada tahun 2016. “Ketika saya tiba di Berlin pada musim semi tahun 2016, masyarakat kelihatan sangat nyaman dan bahagia. Saya kira penyatuan Jerman membawa kedamaian dan kestabilan ini. Saya tersentuh dan menangis menonton film dokumenteri tentang keruntuhan tembok Berlin. Saya kira warga Korea Selatan semestinya lebih sering bertemu dan berkomunikasi dengan warga Korea Utara daripada menunggu keputusan politik seperti penyatuan kembali Jerman disebabkan keinginan dan komunikasi bebas pihak Timur dan Barat. Pada saat itu, saya menyadari saya sendiri tidak pernah berbicara dengan siapa pun tentang penyatuan kembali semenanjung Korea selama 10 tahun terakhir. Oleh sebab itu, saya berhasrat melakukan proyek terkait dengan Korea Selatan dan Utara.”

Kedua seniman membangun replika Baekdudaegan (Great White Head Ridge) dengan basal dan tanah dan memasang sistem penghasil kabut untuk menciptakan citra rantai pegunungan, yang oleh orang Korea dianggap sebagai tulang punggung wilayah mereka.© Proyek Seni Keum

Visi

“Das dritte Land” (Negara Ketiga), seluas 1.250 meter persegi (25 × 50 m), terletak di depan Gereja St. Matthew. Para seniman awalnya berencana untuk menanam 3.000 tanaman yang mewakili 60 varietas (37 dari Korea Selatan dan 23 dari Korea Utara). Namun, tanggapan rendah Korea Utara membatasi taman hanya 1.500 tanaman dari 45 varietas (31 Korea Selatan dan 14 Korea Utara).© Proyek Seni Keum

Han Seok-hyun berpendapat bahwa ciri khas geografi Baekdudaegan mempengaruhi persamaan emosi dan budaya bangsa Korea. Dia mengatakan bahwa dia memikirkan ekpresi visual secara mendalam ketika mendesain taman ini.

'Inwangjesekdo' (“Bersih-Bersih Sehabis Hujan di Gunung Inwang”) dilukis oleh Jeong Seon (nama pena Gyeomjae; 1676-1759), pelopor seni lanskap kehidupan nyata dengan lukisan-lukisan yang menggambarkan pemandangan Korea aktual, sebuah keberangkatan dari lanskap konseptual konvensional di era sebelumnya. Han menganggap karya itu sebagai karya agung yang mencerminkan kepekaan budaya yang diwariskan di kedua sisi semenanjung yang terpecah.

Dia berpikir berulang kali tentang bagaimana mewujudkan lanskap pegunungan Korea dalam seni taman. Akhirnya, ia mampu menciptakan efek dari lukisan tinta dan kuas dengan bunga-bunga liar putih bermekaran di bawah batu hitam dan cara kabut air menghasilkan kabut. Dia menggunakan basal dan tanah untuk membuat model miniatur Baekdudaegan, menyulap suasana mimpi seolah-olah diselimuti oleh kabut tebal.


Pembukaan

Tidak mudah untuk membangun taman seni di kota besar Berlin. Kurator Kim Keum-hwa berjuang untuk memperoleh persetujuan administratif untuk membangun taman dari Otoritas Taman dan Pengembangan Industri Berlin merupakan rintangan tertinggi. Mereka harus mengikuti prosedur yang benar dan standar di Jerman untuk ukuran dan metode konstruksi.

Selanjutnya, masalah keuangan muncul. Untungnya, dana dari masyarakat berhasil terkumpul € 32.500 hanya dua bulan sebelum pembukaan taman. Dalam proses ini, para aktor dan musisi terkenal di Korea Selatan mengirim pesan-pesan penghiburan, dengan sumbangan datang dari Pusat Seni Korea dan Pusat Kebudayaan Korea di Jerman serta Yayasan Hans dan Charlotte Krull, serta dari donor perorangan.

Sejak 23 Mei – 15 November 2019 berbagai acara menghangatkan suasana. Jo Sumi, seorang penyanyi sopran terkenal di dunia, tampil pada hari pembukaan. Dia berkata, “Saya ingin memberikan harapan terbaik kepada penyelenggara taman seni yang dibangun untuk perdamaian dan pertukaran antar-Korea di Berlin ini, simbol pembagian Jerman dan penyatuan kembali.” Selain itu, Ju Bo-ra, pemain gayageum, melakukan duet dengan Jin Sung-eun, pemain instrumen perkusi fusi yang disebut handpan (musik panci).

Pada 7 Juni, Lee Lang, seorang penyanyi-penulis lagu yang menjadi terkenal setelah menyanyi lagu Korea Utara 'Sungai Imjing' mengadakan konser di gereja St. Matthew. Pada 8 November di gereja itu, Jeong Kwan, seorang rahib perempuan juru masak Buddis mempersembahkan bermacam-macam hidangan kuil vegetarian di gereja, berharap untuk penyatuan Korea. Selanjutnya seniman-seniman dari berbagai negara yang berbasis di Berlin menampilkan karya pertunjukan dengan tema ‘Perbatasan dan Utopia, Politik dan Seni’. Penampilan ini disutradarai oleh Kurator Kim Keum-hwa.

Perpanjangan

Semula dijadwalkan berlangsung selama enam bulan, namun periode pameran taman seni telah diperpanjang hingga 30 Oktober 2020 mendatang berkat dukungan warga Berlin dan Biro Kebudayaan Distrik Mitte, Berlin. Namun taman itu masih jauh dari apa yang dibayangkan oleh para seniman.

Sikap pihak Korea Utara yang ramah pada tahap awal berubah menjadi negatif setelah gagal pertemuan mata empat Amerika Serikat dan Korea Utara di Hanoi pada Februari 2019.

Akibatnya, hanya 1.500 tumbuhan dan bunga dari 45 spesies ditanam di taman seni. Seharusnya ditanam 3.000 tumbuhan dan bunga dari 60 spesies dari Korea Selatan dan Korea Utara. Tumbuh-tumbuhan dari Korea Utara tidak dikirim karena hubungan antar Korea memburuk. Oleh sebab itu bunga-bunga liar yang bertumbuh di Korea Utara dibawa dari Kebun Raya Baekdudaegan Nasional di Bongwha-gun, Provinsi Gyongsang utara sebagai pengganti tanaman asli Korea Utara.

Ketiga seniman itu masih berusaha keras untuk memperoleh tanaman dan bunga Korea Utara agar pameran tersebut utuh dan sempurna. Mereka menghubungi Kebun Botani dan Museum Botani di Universitas Bebas Berlin; Arboretum Nasional Korea di Gwangneung, di Provinsi Gyeonggi Korea Selatan; dan Kebun Raya Pusat di ibukota Korea Utara Pyongyang.

Dengan teguh dan kesungguhan hati, dia melanjutkan “Kami akan terus berusaha mengubah imajinasi menjadi kenyataan. Kami akan senang jika orang-orang dari kedua Korea mengobrol tentang apa saja dengan minum secangkir anggur beras Korea, Makgulli, di taman seni ini.”Sementara itu, Kim Keum-hwa berkata dengan penuh sesal, “Saya berharap dialog antar Korea akan berjalan dengan lancar dan para ahli ekologi dari kedua belah pihak dapat berkumpul di taman ini untuk mengadakan simposium tentang tanaman di Baekdudaegan.”

Kim Hak-soonJurnalis, Profesor Tamu Jurusan Media Universitas Korea

전체메뉴

전체메뉴 닫기